Senin, 12 April 2010

Hidayah Melalui Anakku

Sahibul hikayat dalam kisah ini adalah warga Madinah Nabawiyah, ia menuturkan sebagai berikut, “Aku adalah seorang pemuda umur 37 tahun, telah berkeluarga dengan beberapa anak. Aku telah banyak melakukan yang diharamkan Allah. Jarang sekali shalat berjamaah, kecuali pada momen-momen tertentu saja, sekadar formalitas di mata orang lain. Hal itu disebabkan karena aku merasa sebagai orang jahat. Setan selalu mengikatku setiap saat. Anakku berumur 7 tahun, namanya Marwan, ia tuli dan bisu, tetapi ia telah banyak mereguk nilai-nilai keimanannya dari istriku.
Pada suatu malam aku dan Marwan sedang berada di rumah, aku mulai merencanakan apa yang akan aku lakukan malam ini bersama teman-teman, dan di mana lokasinya.
Saat itu selepas shalat Maghrib, dengan bahasa isyarat anakku mengatakan sesuatu, aku sangat paham kalau dia mengingatkan diriku untuk shalat, “Mengapa Bapak tidak shalat?” begitu kira-kira yang ingin dikatakannya. Kemudian ia mengangkat kedua tangannya ke langit, lagi-lagi dengan isyarat ia mengultimatum bahwa Allah akan melihatku.
Terkadang aku kepergok anakku sedang berbuat kemunkaran, aku takjub dengan bahasa isyaratnya, ia menangis di depanku, lalu aku segera merangkulnya, tapi ia lari dariku, ia segera lari ke tempat wudhu, lalu datang kembali menghampiriku seraya memberi isyarat agar jangan pergi dahulu, tiba-tiba ia shalat di depanku kemudian ia bangun dan bergegas mengambil mushaf dan meletakkannya di hadapanku, lalu ia membukanya dengan hanya sekali buka, kemudian jari telunjuknya menunjuk kepada salah satu ayat dalam surat  Maryam :

يَاأَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا
“Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.” (QS. Maryam: 45)
Setelah itu anakku langsung menangis, dan aku pun spontan ikut menangis, lalu ia bangun dan mengusap air mataku, kemudian ia mencium kepala dan tanganku, dan lagi-lagi dengan bahasa isyarat ia berkata kepadaku, “Wahai ayahku shalatlah sebelum engkau dimasukkan ke dalam liang lahat, dan engkau akan menuai azab.” Demi Allah aku sangat takut dan gemetar, tak ada yang mengetahui keadaanku saat itu kecuali Allah, aku segera bangun, aku seperti orang bingung keluar masuk kamar, sementara Marwan, anakku, terus menguntit sambil terus menatapku dengan tatapan yang aneh, lalu ia berkata, “Ayo, ayah ke masjid Besar!” maksudnya masjid Nabawy. “Tidak ah, ke masjid dekat rumah saja” bujukku kepadanya. Anakku tetap bersikeras mengajak ke Masjid Nabawy, aku pun segera menggandeng tangannya menuju masjid Nabawy, aku masih takut dan gemetar, sementara anakku seperti tidak berhenti sekejap pun menatapku.
Sesampainya di masjid Nabawy, aku segera menuju Raudah yang saat itu telah penuh sesak dengan manusia menjelang shalat Isya. Pada saat shalat Isya aku mendengar sang Imam membaca salah satu ayat berikut :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah setan. barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 21)
Aku tak mampu menguasai gelora jiwaku, aku tak kuasa menahan tangisku, aku menangis dan Marwan pun ikut menangis karena mendengar tangisku, di tengah shalat Marwan mengeluarkan sapu tangan dari saku bajuku lalu mengusap air mataku. Selepas shalat aku masih tetap menangis, sementara Marwan terus mengusap air mataku, tidak terasa aku telah bersimpuh di masjid Nabawy selama satu jam penuh, sehingga anakku berkata, “Sudahlah Ayah…, jangan takut!” Kami pun bergegas pulang ke rumah, malam  itu terasa malam yang paling indah dalam hidupku, aku seperti dilahirkan kembali ke dunia, istriku pun kemudian hadir di dekatku, juga anak-anakku. Kami semua menumpahkan tangis, meski anak-anakku yang lain tidak mengerti apa yang terjadi. Lalu Marwan berkata, “Ayah tadi shalat di Masjid Nabawy.” Kulihat istriku gembira karena buah tarbiyahnya terbukti.
Aku ceritakan kepada istriku apa yang telah dilakukan Marwan terhadapku, aku katakan kepadanya, “Demi Allah aku ingin tanya kepadamu, apakah engkau telah mendikte Marwan membuka Mushaf dan menunjuk salah satu ayat dalam surat Maryam yang ditunjukkan kepadaku?” Tetapi istriku bersumpah “demi Allah” sampai tiga kali. Kemudian istriku berucap, “Alhamdulillah atas segala hidayah ini.” Malam itu adalah malam yang paling berkesan. Sejak saat itu aku pun tidak pernah tinggal shalat berjamaah di masjid. Dan aku mulai memisahkan diri dari teman-teman burukku dan telah merasakan kelezatan iman. Seandainya Anda melihatku saat itu Anda akan dapat melihat hal itu dari wajahku.
Sejak peristiwa itu hidupku terasa bahagia, penuh cinta dan harmonis antara aku, istri, dan anak-anakku, khususnya anakku Marwan yang tuli dan bisu. Cintaku sangat besar kepadanya. Bagaimana tidak! Dari kedua tangannyalah tersuguhkan kepadaku hidayah Allah SWT.
Akhukum Abu Marwan
Madinah Al-Munawwarah

Disadur dari kitab Al-‘Aiduna ilallah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar